Dalam percakapan sehari-hari,
kita sering menggunakan bahasa yang tidak resmi atau biasa disebut bahasa gaul.
Bahasa ini dikenal juga dengan istilah slang. Misalnya, kita mengatakan
“yoi” untuk mengganti kata “iya”, menyebut “gokil” sebagai pengganti “hebat”,
atau memakai kata “gaspol” untuk menandakan sesuatu yang dilakukan dengan
cepat. Contoh-contoh seperti ini menunjukkan bahwa bahasa slang muncul sebagai
bentuk ekspresi santai dan kreatif dalam berkomunikasi.
Secara umum, bahasa slang dapat
diartikan sebagai ragam bahasa tidak baku dan tidak resmi yang sifatnya
musiman. Biasanya digunakan oleh kelompok sosial tertentu untuk komunikasi
internal, agar hanya sesama anggota kelompok yang memahami maksudnya. Dengan
kata lain, slang menjadi penanda identitas dan kedekatan sosial
antarpenuturnya.
Fenomena serupa tidak hanya
terjadi di Indonesia, tetapi juga di berbagai bahasa lain, termasuk bahasa
Arab. Di Yordania misalnya, masyarakat menggunakan bahasa slang dalam
percakapan sehari-hari. Contohnya, kalimat “Berapa jumlah provinsi di
Yordania?” dalam bahasa baku (fusha) adalah “كم عدد محافظات الأردن؟”,
sedangkan dalam bahasa slang diucapkan “قديش عدد محافظات
الأردن؟”. Begitu pula kalimat “Belajarlah agar kalian berhasil”, dalam
bahasa baku ditulis “ادرسوا كي تنجحوا”, namun dalam bahasa
slang menjadi “ادرسوا عشان تنجحوا”.
Menariknya, anak muda di Yordania
kini sering mencampur bahasa Arab dengan bahasa Inggris. Misalnya, kalimat “Bas
wait, I’m coming!” yang berarti “Tapi tunggu, aku datang!”, atau “Ya zalameh,
this exam was crazy!” untuk mengungkapkan “Bro, ujian tadi gila banget!”.
Campuran seperti ini mencerminkan dinamika bahasa Arab modern yang terus
berkembang mengikuti gaya komunikasi generasi muda masa kini.
Dari fenomena ini, tampak jelas
bahwa bahasa bukan hanya alat komunikasi, tetapi juga cermin budaya dan zaman.
Slang hadir sebagai wujud kreativitas manusia dalam menyesuaikan bahasa dengan
kehidupan yang terus berubah. (agp)
Tidak ada komentar: