Hari ini, tepat Sepuluh November
2025, rakyat Indonesia kembali berhenti sejenak dalam hiruk pikuk kehidupan
untuk mengingat para pahlawan. Peringatan Hari Pahlawan sejatinya bukan sekadar
upacara atau simbol seremonial tahunan. Ia adalah cermin bagi bangsa, tempat
kita menatap kembali perjuangan para pendahulu dan menanyakan pada diri
sendiri: apa bentuk perjuangan kita hari ini?
Dahulu, para pahlawan berjuang
dengan darah, air mata, dan harapan. Di tengah keterbatasan, mereka tetap tegak
memikul cita-cita kemerdekaan. Dengan keberanian dan keyakinan, mereka
mempertaruhkan segalanya agar generasi setelahnya dapat hidup dalam kemerdekaan
yang bermartabat.
Kini, senjata itu telah berganti.
Bukan lagi bedil dan bambu runcing, melainkan kejujuran, kerja keras, dan
pengabdian. Jika Anda seorang pengajar, maka medan juang itu adalah ruang
kelas. Setiap huruf yang Anda ajarkan, setiap nilai yang Anda tanamkan semuanya
adalah bagian dari perjuangan membentuk generasi penerus bangsa.
Dalam Islam, semangat pengorbanan
dan perjuangan adalah nilai yang dijunjung tinggi. Allah ﷻ berfirman:
وَلَا تَحْسَبَنَّ الَّذِينَ قُتِلُوا فِي
سَبِيلِ اللَّهِ أَمْوَاتًا ۚ بَلْ أَحْيَاءٌ عِندَ رَبِّهِمْ يُرْزَقُونَ
“Dan janganlah kamu mengira
bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allah itu mati; bahkan mereka itu hidup
di sisi Tuhannya dengan mendapat rezeki.” (QS. Āli ‘Imrān [3]: 169)
Ayat ini mengajarkan bahwa setiap
pengorbanan yang tulus tidak pernah berakhir dalam kesia-siaan. Begitu pula
perjuangan para pahlawan bangsa, mereka hidup abadi dalam nilai-nilai kebaikan
yang kita warisi hingga hari ini.
Rasulullah ﷺ bersabda:
خَيْرُ النَّاسِ أَنْفَعُهُمْ لِلنَّاسِ
“Sebaik-baik manusia adalah
yang paling bermanfaat bagi manusia lainnya.”
(HR. Ahmad)
Hadis ini menegaskan bahwa
menjadi pahlawan tidak selalu berarti mengangkat senjata. Menjadi pahlawan bisa
sesederhana memberi manfaat kepada sesama. Seorang petani yang menanam
padi agar masyarakat bisa makan nasi, seorang tenaga medis yang melayani dengan sabar, seorang pelajar
yang belajar dengan tekun, mereka semua adalah pahlawan di zamannya.
Allah ﷻ juga menegaskan pentingnya perubahan diri
sebagai kunci kemajuan:
إِنَّ اللَّهَ لَا يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ
حَتَّىٰ يُغَيِّرُوا مَا بِأَنْفُسِهِمْ
“Sesungguhnya Allah tidak akan
mengubah keadaan suatu kaum sampai mereka mengubah keadaan yang ada pada diri
mereka sendiri.”
(QS. Ar-Ra‘d [13]: 11)
Ayat ini adalah panggilan bagi
setiap jiwa, perjuangan sejati dimulai dari dalam diri. Dari malas menjadi
rajin, dari acuh menjadi peduli, dari putus asa menjadi penuh harapan.
Hari ini, bentuk penjajahan
memang berbeda. Kita tidak lagi berhadapan dengan kolonialisme bersenjata,
tetapi dengan penjajahan moral dan mental, kemalasan, korupsi, intoleransi, dan
kehilangan arah nilai. Dalam situasi ini, setiap orang memiliki peluang menjadi
pahlawan, selama ia bekerja dengan keikhlasan dan niat untuk memperbaiki
keadaan.
Allah ﷻ berfirman:
وَقُلِ اعْمَلُوا فَسَيَرَى اللَّهُ عَمَلَكُمْ
وَرَسُولُهُ وَالْمُؤْمِنُونَ
“Dan katakanlah: Bekerjalah
kamu, maka Allah akan melihat pekerjaanmu, begitu pula Rasul-Nya dan
orang-orang mukmin.” (QS. At-Taubah [9]: 105)
Memperingati Hari Pahlawan
berarti menghidupkan kembali semangat perjuangan dalam hati kita. Pahlawan
sejati bukan hanya mereka yang gugur di medan perang, tetapi juga mereka yang
terus berbuat baik di tengah kehidupan, menjaga kejujuran, dan menebar manfaat
tanpa pamrih.
Semoga kita semua mampu
melanjutkan perjuangan itu dengan cara kita masing-masing di rumah, di sekolah,
di tempat kerja, dan di tengah masyarakat. Sebab bangsa yang besar bukan hanya
bangsa yang mengenang pahlawannya, tetapi bangsa yang menyalakan kembali
semangat mereka di dalam dirinya sendiri. (agp)