Dalam perjalanan hidup, ada masa
ketika semua usaha terasa menemui dinding seakan setiap langkah hanya berputar
di tempat. Kita telah berjuang, berdoa, meminta pertolongan, namun masalah
tetap bertahan seperti batu yang enggan tergeser. Pada saat seperti itulah,
hikmah Ibn ‘Aṭa’illah
as-Sakandari menyala seperti lentera kecil di lorong gelap kehidupan.
Beliau berkata:
مَا تَوَقَّفَ مَطْلَبٌ
أَنْتَ طَالِبُهُ بِنَفْسِكَ، وَلَا تَيَسَّرَ مَطْلَبٌ أَنْتَ طَالِبُهُ
بِرَبِّكَ
“Tidak akan terhalang sesuatu
yang engkau minta selama engkau memintanya dengan Tuhanmu, dan tidak akan
datang sesuatu yang engkau minta selama engkau memintanya dengan mengandalkan
dirimu sendiri.”
Kalimat itu ibarat cermin yang
memantulkan kenyataan batin, terkadang masalah tidak selesai dengan tambahan
tenaga, melainkan dengan perubahan sandaran. Selama hati masih berkata “aku
bisa menyelesaikan semuanya sendiri,” sesungguhnya kita sedang menutup pintu
bagi pertolongan Ilahi untuk masuk.
Namun, ketika bibir bergetar
lirih mengaku, “Ya Allah, aku lemah, aku tidak mampu,” maka justru di sanalah
kekuatan sejati mulai tumbuh, kekuatan yang lahir dari penyerahan, bukan
perlawanan.
Di dunia modern yang penuh
hiruk-pikuk, kita sering menyanjung kemandirian dan mencibir kebergantungan.
Kita lupa, bahwa dalam pandangan spiritual, bergantung kepada Allah bukanlah
tanda kelemahan, melainkan puncak kesadaran bahwa kita hanyalah hamba. Manusia
tidak pernah diciptakan untuk memikul seluruh beban sendirian. Ada ruang di
dada yang memang hanya bisa diisi oleh keyakinan dan tawakal.
Ketika hati bersandar penuh
kepada-Nya, masalah mungkin tidak lenyap, tetapi maknanya berubah. Kita tak
lagi bertanya “mengapa ini menimpaku?”, melainkan “apa yang ingin Allah ajarkan
lewat ini?”.
Dari situlah solusi sering datang,
tidak selalu dalam bentuk yang kita harapkan, tapi dalam bentuk yang kita
butuhkan. Maka, ketika hidup terasa berat dan langkah kehilangan arah,
berhentilah sejenak. Diamlah dalam doa, tenangkan hati yang gaduh. Hadirkan
Allah di antara kerumitan pikiran, dan bisikkan dengan rendah hati: “Aku telah
berusaha, kini Engkau yang menuntun.”
Sebab sejatinya, apa yang dimohon
dengan bersandar pada Allah akan dimudahkan, sedangkan apa yang diandalkan pada
diri sendiri akan terasa semakin berat. Kadang, jalan keluar bukan datang dari
bekerja lebih keras, melainkan dari berserah lebih dalam. (agp)
Reviewed by aprase
on
November 05, 2025
Rating:
